Senin, 12 Desember 2011

MAHASISWA SEBAGAI “AGENT OF CHANGE” DALAM RENOVASI DAN PEMBANGUNAN HAM DI INDONESIA


P  
enegakan dan perjuangan atas HAM di Indonesia sudah mencapai tingkat anti klimaks,  pasalnya sudah sejak lama bangsa ini memperjuangkan berdirinya HAM sebagai upaya memanusiakan manusia. Namun, bukannya good changes tapi bad changes yang menjadi realita pahit saat ini. Sejak PBB membentuk Komisi Hak Asasi Manusia (Commission of Human Right), dan disahkan nya hasil karya komisi tersebut pada 10 Desember 1948, karya agung yang di kenal dengan ”UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS” atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, menjadi suatu future atau pandangan ke depan bagi setiap bangsa dan manusia di jagad raya ini. Meskipun bukan merupakan perjanjian atas pengakuan dan perlindungan hak-hak kebebasan manusia, seluruh negara dan warga dunia secara moral wajib untuk menghormati dan menerapkannya. Termasuklah di dalamnya Negara Republik Indonesia. Setiap tahunnya pada 10 Desember, Indonesia memperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia (HAM). Mengenai HAM di Indonesia tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, pada pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 29 ayat(2), pasal 30 ayat(1), dan pasal 31 ayat(1) meliputi hak untuk hidup, hak memperoleh pendidikan, hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain, hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama, dan  hak untuk mendapatkan pekerjaan.
Keadaan penegakan HAM di Indonesia sedang dalam kondisi yang memprihatinkan. Terlebih beberapa tahun terakhir, tercatat sangat banyak pelanggaran-pelanggaran dari berbagai aspek atas hak yang absolute di miliki setiap individu  itu. Kecenderungan kelalaian dan ketidak pedulian pemerintah menyikapi permasalahan itu menyebabkan beberapa kalangan di tanah air, walaupun tidak menyeluruh, mulai larut dalam gelombang pesimisme atas tegaknya HAM di Indonesia. Bahkan, tidak jarang pemerintahlah yang terkadang menjadi suspect atau pesakitan dalam peruntuhan HAM di Indonesia. Apa upaya yang harus dilakukan agar dapat merealitakan penegakan dan perenovasian HAM di Indonesia? upaya untuk mengeliminasi permasalahan-permasalahan atas penindasan HAM di Indonesia salah satunya adalah dengan adanya sikap saling menghormati atas hak masing-masing warga Negara, tetapi perlu diingat bahwa hak seseorang di batasi oleh hak orang lain. Indonesia sebagai Negara hukum sekaligus Negara yang mayoritas penganut ajaran Islam tentu sangat mengenal arti kata “menghormati”. Bila pengakuan atas “menghormati” telah dimiliki dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa, maka pelanggaran HAM akan menjadi suatu yang langka di negeri ini. Terlepas dari peranan rakyat, kontribusi pemerintah pun memiliki andil yang besar dalam rangka merancang pembangunan HAM di Indonesia. Pemerintah selaku pekerja rakyat memiliki kewajiban penuh melakukan hal itu. Namun, pemerintahan Indonesia masih relative condong memenuhi kebutuhannya sendiri dan memfakultatifkan kepentingan rakyat. Itu lah kenapa penegakan HAM di Indonesia berada dalam kondisi kritis saat ini.
Siapa yang dapat diandalkan untuk saat ini? dalam rangka memaksimalkan penegakkan dan perlindungan tentang HAM di Indonesia,  maka diperlukan suatu peran aktif dari warga, berupa komunitas atau golongan yang dapat di jadikan motivator dan penggerak dalam menuntut kembali tegaknya HAM di Indonesia, agar problematika mengenai penegakan HAM di Indonesia dapat sedikit demi sedikit di kurangi secara bertahap. Sebenarnya karena alasan inilah yang melatar belakangi berbagai upaya badan, organisasi, ataupun aktivis penegak HAM untuk melakukan kegiatan-kegiatan beresiko tersebut. Apa sebab yang menjadikan tugas mulia ini di katagorikan sebagai suatu kegiatan beresiko?. Masih ingatkah anda dengan Munir?, aktivis pembela HAM Indonesia yang dibunuh pada September 2004 dalam penerbangan menuju Belanda. Ini membuktikan opini penegakan HAM adalah kegiatan beresiko merupakan benar adanya. Mahasiswa sebagai golongan muda yang berada dalam posisi netral dan independen sangat sesuai sebagai penggerak dan pelopor dalam menegakan dan memperbaiki keadaan  HAM di Indonesia.
Mahasiswa dan HAM di Indonesia bagaikan dua mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Sejarah reformasi Republik Indonesia pada 1998, penggulingan pemerintahan presiden Soeharto dari singgah sananya. Peristiwa ini tak dapat dipisahkan dari rangkaian krisis moneter yang telah berlangsung sejak juli 1997 dimulai dari Thailand dan menyebar kebeberapa Negara lain termasuk di Indonesia dan Korea Selatan. Krisis moneter tersebut berkembang menjadi krisis politik di dalam negeri. Kepercayaan rakyat yang tadinya seratus persen kepada pemerintah mendadak menjadi perlawanan yang mengerikan. Di berbagai wilayah Negara Republik Indonesia bergolak. Mahasiswa dan rakyat bersatu menuntut pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto turun saat itu juga. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa mahasiswa sudah sejak dulu memperjuangkan aspirasi rakyat Indonesia
Penggulingan yang menyerukan presiden RI ke-2, Sorharto melepaskan jabatannya, karena pemerintah yang sangat kental dengan nuansa ke otoriteran dan menyengsarakan rakyat serta menyebabkan rakyat hidup dalam ketakutan. Perlu di garis bawahi  bahwa mahasiswa lah yang berperan aktif dan berkontribusi penuh dalam peristiwa tersebut. Mahasiswa mengumandangkan dan menginginkan adanya terobosan baru dalam diri pemerintahan Indonesia, yaitu sistem pemerintahan Demokrasi dan dengan demokratisasi ini lah memberi harapan yang besar bagi Indonesia  agar pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat ditegakan.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa mahasiswa menjadi bagian perjalanan hidup bangsa. Setidaknya ada dua peranan yang dibebankan kepada mahasiswa. Mahasiswa sebagai pelajar dan sebagai pelaku perubahan dalam ruwetnya kondisi HAM saat ini. Mahasiswa dtuntut memiliki intlektualitas yang tinggi dalam berpikir dan bertindak. Mereka harus tahu membedakan yang mana kebutuhan rakyat dan yang mana kebutuhan politik. Karena banyak pengaruh dari luar yang mengatas namakan rakyat dan mempengaruhi mahasiswa yang sebenarnya itu adalah demi kepentingan politik belaka. Beban selanjutnya yang cukup berat adalah mahasiswa sebagai agen atau penggerak dalam memperjuangkan kepentingan HAM bagi rakyat Indonesia. Jika kita melihat atau mendengar tentang pembelaan rakyat, maka mahasiswa lah yang umumnya berdiri di garis depan sebagai pelopor perjuangan tersebut. Hal ini dapat kita lihat beberapa aksi yang dilakukan mahasiswa, antara lain dengan demo, audiensi, advokasi, ataupun perpaduan diantaranya. Namun hal penting yang tidak boleh dilupakan, segala tindakan ataupun fungsi yang dilakukan oleh mahasiswa hendaknya tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Pasalnya, rakyat sering dibuat geram dengan pemberitaan kerusuhan dan demo yang berujung bentrok didalangi oleh mahasiswa. Hal tersebut secara tidak langsung mencoreng nama mahasiswa se-Indonesia. Tindakan-tindakan anarki dan kekerasan yang kental dengan aura Timur tengah, dimana setiap orang berkeliaran membawa senjata dan melukai siapapun dihadapannya, menyebabkan asumsi-asumsi negative mengenai mahasiswa. Bukannya membela HAM malah melanggar HAM itu sendiri. Sungguh tidak lucu jika melanggar apa yang dibela. Memang roda kehidupan suatu kaum tidak sepenuhnya berjalan dengan mulus, terkadang ada lubang yang menghambat perjalanan. Begitupun mahasiswa, ada kala mereka disanjung oleh rakyat, tetapi ada juga kalanya mereka dibenci oleh rakyat. Menyikapi hal itu, sebaiknya mahasiswa lebih berhati-hati lagi dalam bertindak. Tindakan yang di lakukan harus di dasarkan etikat baik untuk membela rakyat dan jangan terlalu cepat high emotion.
Mungkin dulu dan sekarang telah berbeda situasinya, telah berbeda mahasiswanya dan berbeda pula permasalahannya, namun ada suatu harapan yang tidak diinginkan untuk berubah, yaitu mahasiswa sebagai “agent of change”. Mahasiswa harus tetap menjadi penggerak perubahan itu, tidak hanya mengenai HAM semata, namun juga mengenai permasalahan lainnya karena rakyat masih memerlukan sentuhan kepedulian mahasiswa. Oleh karena itu perlu adanya orientasi kembali peran mahasiswa saat ini untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin di masa yang akan datang, sehingga perubahan yang dicita-citakan bersama dapat terwujud. Hal ini selaras dengan peran mahasiswa itu sendiri, yakni sebagai agent of change, sebagai pelaku perubahan agar menjadikan dan menciptakan manusia Indonesia yang bermartabat.